- Profil Nisa An Nashr, Istri Dokter Tirta yang Ternyata Mantan Istri Vokalis The Sigit
- Pelaku Pakai Kacamata Pintar Meta Rencanakan Serangan di New Orleans
- Prabowo 10 Pemimpin Dunia Berpengaruh sampai Israel Batasi Bantuan
- Hanoi Vietnam Jadi Kota dengan Polusi Paling Parah di Dunia
- A Shop for Killers Dikabarkan Siap Syuting Musim Kedua Tahun Ini, Disney Plus Angkat Suara
- Adegan Favorit Chae Soo Bin - Yoo Yeon Seok di Drakor When the Phone Rings, Terasa Emosinya
- Rekomendasi 7 Drakor Anyar Tayang Januari 2025, Termasuk When the Stars Gossip
- Demi Timnas Indonesia, Konser Dewa 19 di GBK Mundur
- Jawab Menpora Dito soal Nasib Shin Tae-yong di Timnas
- Rusia Bersumpah Lakukan Pembalasan Usai Tembak Jatuh 8 Rudal Buatan AS
Capai 70 Juta Orang, Pemerintah Perlu Strategi Komprehensif Turunkan Jumlah Perokok Aktif di Indones
DATA Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) terbaru menunjukkan jumlah perokok aktif telah mencapai 70 juta orang. Setiap tahunnya, beban biaya kesehatan meningkat akibat kebiasaan merokok terus meningkat di Indonesia.
Terkait hal itu, mantan Direktur Riset Kebijakan Penelitian dan Kerja Sama Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), Profesor Tikki Pangestu mengatakan Indonesia memiliki tantangan besar dalam menurunkan prevalensi merokok.
"Ini bukan fakta (70 juta perokok) yang dapat dibanggakan. Kita harus menurunkan jumlah perokok di Indonesia,” kata Prof Tikki dalam diskusi "Challenge in the Use of Evidence to Inform Policy" di Universitas Indonesia, dikutip Senin (9/12/2024).
Baca Lainnya :
- Viral Narasi RS di China Membeludak Diduga Tangani Pasien Flu Berat0
- Mahalini Umumkan Kehamilan Anak Pertamanya dengan Rizky Febian: Bintang Kecil di Perutku...0
- Besok, 3.000 Murid TK hingga SMA di Magelang Dapat Makan Bergizi Gratis0
- Fatima Nabil, Presenter TV Berjilbab Pertama di Mesir0
- Israel, Tumor yang Harus Dihancurkan dari Muka Bumi1
Dengan kondisi tersebut, menurut Prof Tikki, Indonesia memerlukan kebijakan komplementer dalam bidang kesehatan yang rasional, proporsional, dan berbasis risiko untuk melengkapi berbagai kebijakan yang sudah ada saat ini.
Kebijakan komplementer tersebut tentunya harus berlandaskan bukti ilmiah (evidence based) yang mempertimbangkan ilmu pengetahuan, sumber daya, situasi politik, ekonomi, dan budaya lokal, agar implementasinya tepat sasaran.Tak hanya itu, pembuatan kebijakan harus mengutamakan relevansi, bahasa, dan format yang mudah dipahami masyarakat. Hal ini bisa menjadi landasan untuk mengedukasi masyarakat tentang bahaya merokok sekaligus memberikan kebebasan bagi perokok dewasa dalam memilih pendekatan yang paling sesuai untuk berhenti merokok.
"Dengan demikian, kajian ilmiah menjadi bagian integral untuk mencari solusi demi mengurangi prevalensi merokok di Indonesia," kata pengajar di Yong Loo Lin School of Medicine, National University of Singapore ini.
Jepang, menurut Prof. Tikki, telah mengimplementasikan kebijakan berlandaskan kajian ilmiah dengan mendorong pemanfaatan produk tembakau alternatif, seperti produk tembakau yang dipanaskan untuk menurunkan prevalensi merokok. Berkat kebijakan tersebut, angka perokok di Jepang mengalami penurunan.